Sabtu, 23 Mei 2009

Kisah Nyata Kehidupanku

Kisah Nyata Kehidupanku

Kehidupan ini terus berjalan tanpa ada yang tahu apa yang akan terjadi di depan. Begitupun yang kualami dalam hidupku ini. Waktu terus berjalan dan semuanya tanpa terasa akhirnya usia semakin tua dan belum banyak yang dapat kulakukan dimuka bumi ini. Seharusnya sebagai hamba Allah di muka bumi harus dapat melakukan hal yang baik, tetapi sebaliknya aku tak tahu hal baik apa yang sudah kulakukan.

Sekarang di usiaku yang sudah memasuki 29 tahun, hidupku masih banyak kekurangan. Aku masih belum dapat menjadi seorang anak, seorang ibu, seorang istri, dan sebagai seorang kakak dari adik-adiknya yang baik. Ya Allah ya Tuhanku, mengapa aku masih terus saja dirundung duka yang sangat dalam atas takdir yang terjadi pada kehidupanku.

Aku terlahir dari keluarga yang sederhana dan dibesarkan dengan kesederhanaan pula. Tetapi aku tidak pernah menyesali semuanya, itu merupakan hal terindah yang pernah aku alami. Aku besar disebuah desa yang jauh dari suasana perkotaan, kemudian orang tuaku memilih meninggalkan desa tersebut dan mencari kehidupan yang lebih baik dikota. Akhirnya jadilah aku seorang anak yang besar disebuah kota yang memilki banyak keragaman budaya dan bahasa. Aku menempuh pendidikan selayaknya anak-anak yang lain, walaupun terkadang harus kekurangan karena orang tua juga terkadang mendapat rejeki yang kurang dari hasil berjualan dipasar. Tetapi aku dan adik-adikku terus semangat menempuh pendidikan kami sampai selesai.

Aku hanya melanjutkan ke jenjang pendidikan Diploma karena tau keadaan ekonmi keluarga yang tidak akan mampu membiayai kuliahku nanti, akhirnya setelah selesai menempuh pendidkan diplomaku aku mendaftar pekerjaan di sebuah rental pengetikan computer. Awalnya aku benar-beanr bahagia karena akhirnya aku dapat memperoleh uang sendiri dari hasil jerih payahku dan juga dapat membantu biaya sekolah adik-adikku, tetapi semakin lama semuanya terasa kurang. Dan syukur Alhamdulillah akhirnya Tuhan memberikan rejeki yang sama skali tak diduga, aku bekerja pada sebuah perusahaan swasta yang selama ini aku idamkan agar punya gaji yang lebih untuk biaya kami sehari-hari.

Disitulah aku kemudian memulai pekerjaanku sebagai seorang karyawan bisaa. Sebelum aku memutuskan bekerja di perusahaan tersebut, aku kenal dengan seorang mahasiswa sebuah universitas negeri terkenal di kota ini. Dia juga membiayai kuliahnya sendiri dari hasil jerih payahnya menjadi supir taksi. Itulah yang aku kagumi dari sosoknya, dialah yang juga banyak memberi semangat kepadaku dalam menghadapi hidup yang penuh dengan kejutan ini.

Awalnya hubungan kami sangat harmonis, tetapi seiring waktu aku tahu ada yang tidak beres dengan hubungan ini dan aku terus dihantui perasaan tersebut. Hubungan kami selama 3,5 tahun terus diwarnai berbagai peristiwa baik yang mebahagiakan maupun yang menyedihkan. Kadangkala jika perasaan bersalah itu muncul dan teramat sangat menyakitkan aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami. Tetapi takdir terus menyatukan kami dalam perbedaan prinsip yang sangat mendasar. Sampai suatu waku kami memutuskan untuk melanjutkan hubungan ini ke jenjang perkawinan. Aku hanya meyakini dia tidak akan menduakanku dengan perempuan lain karena dia tidak ingin anaknya merasakan nasib yang sepertinya dimana orang tua memiliki hubungan dengan perempuan lain sehingga kehidupan mereka tidak seperti kehidupan keluarga harmonis lainnya.

Dia benar-benar meyakinkan dan bersumpah, itulah yang aku pegang sebagai bukti kepercayaanku. Akhirnya saat pernikahan kami tiba, tetapi sebuah musibah datang menjelang hari pernikahan kami. Ayah mertuaku meninggal dunia tepat seminggu sebelum acara pernikahan kami. Saat itu aku merasakan sesuautu yang sangat membuat hati ini bimbang luar bisaa, apakah ini pertanda sesuatu yang buruk akan terjadi dalam rumah tangga yang akan kami bina. Karena sejujurnya aku sering merasa ragu dengan kesetiaan orang yang akan menjadi suamiku kelak. Ayah mertuaku merupakan orang tua yang tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya, dia hanya senang menikah dengan perempuan muda cantik dan mengabaikan keluarganya. Aku tidak pernah menceritakan hal ini kepada orangtuaku maupun keluargaku yang lain, hanya aku seorang yang menyimpan rahasia ini.

Aku tidak tahu apakah yang akan terjadi jika kedua orang tuaku mengetahui hal yang sebenarnya dari calon menantu mereka. Saat itu aku merasa sangat sedih dan ragu dengan rencana pernikahan kami, bukan karena ada orang ketiga tetapi takut akan pengkhianatan yang akan ada dalam rumah tanggaku kelak karena calon suamiku memiliki orangtua yang seperti itu. Ada istilah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Aku pernah melihat kakak iparku yang telah berkeluarga tetapi masih juga jalan dengan perempuan lain ketika sang istri berjuang untuk melahirkan anak mereka. Inilah yang benar-benar mengusik hati ini, Tetapi keluargaku mengatakan anggaplah musibah yang datang ini sebagai pertanda baik membuang segala kesialan yang ada di depan mata nantinya, akupun mencoba meyakini pendapat tersebut.

Jadilah kami menikah pada Hari minggu tanggal 01 Mei 2005, hari itu merupakan hari yang membahagiakan untuk kami dan keluarga besar kami.

Kami memutuskan untuk mencari rumah kos-kosan untuk tempat tinggal kami setelah menikah, setelah 2 bulan menjalani pernikahan itu aku di berikan karunia yang tiada terkira yaitu kehamilan. Aku dan suami sangat bahagia dengan calon anak yang ada diperutku. Setiap bulan saat pemeriksaan rutin ke dokter kandungan, suamiku selalu menemaniki tanpa mengenal lelah. Dalam perjalanan pernikahan ini kami juga tidak luput dari kerikil-kerikil tajam pernikahan, dan setiap masalah yang muncul hatiku selalu bertanya “apakah pernikahan ini akan sampai akhir hayat kami atau akan hancur di tengah perjalanan” karena begitu beratnya beban yang kurasakan dengan sifat suamiku yang sangat temperamental. Ia sering marah apabila ada hal yang tidak sesuai dengan pendapat atau keinginannya, ia pun seirng meneriaku dengan suara yang sangat lantang yang membuat aku malu untuk menampakkan wajahku pada tetangga-tetanggaku, ia pun sering pula menyakitikku secara fisik, aku sangat sedih jika perlakuan suamiku sudah sampai pada kekerasan fisik.

Aku tahu apa yang kurasakan tentang kebimbangan pernkahan itu seharusnya tidak boleh ada dalam benakku, aku harus menguasai hati yang penuh dengan kebimbangan ini dan membuat keyakinan kalau pernikahan ini akan langgeng sampai kakek nenek dan ajal memisahkan kami.

Pada tanggal 27 Maret aku masuk ke Rumah Sakit untuk menjalani persalinna pertamaku. Aku di temani orang tua dan suamiku masuk ke ruang bersalin, akhirnya tepat pada pukul 02.15 WITA aku melahirkan seorang anak yang sangat cantik bidadari kami yang merupakan cucu pertama dalam keluargaku. Kami sangat bahagia tiada terkira apalagi ketika menjalani masa persalinan suami dengan setia menemaniku, semua perasaan sedih hilang berganti bahagia. Setelah keluar dari Rumah Sakit kami memutuskan untuk tinggal sementara di rumah orang tuaku yang jauh dari kota, kami tinggal disana kurang lebih 2bulan lamanya. Lalu kamipun kembali ke kota dan mengontrak sebuah rumah kenalan suamiku, disana kami tinggal bersama adik-adikku yang membantu kami. Selama masa itu kami melewati suka dan duka bersama, tetapi sekali lagi hati ini terus terusik dengan PIKIRan-PIKIRan yang seharusnya tidak aku biarkan berkembangbiak dihati ini.

Ketika masalah muncul antara aku dan suami, aku selalu berPIKIR apa yang terjadi dengan rumah tangga kami kelak melihat perbedaan kami dan sikapku yang selalu merasa dizalimi suamiku padahal itu mungkin Cuma perasaan egoisku seorang. Bagaimana nasib pernikahan kami kelak ya Tuhan …? Aku sudah terlanjur sangat mencintai suamiku dan tidak ingin ada orang lain yang memilikinya. Waktu terus bergulir tanpa terasa, kehidupan rumah tangga kami terus berputar. Hubungan kami kadang baik dan kadang memburuk karena ketidak mengertianku pada pekerjaan suamiku yang harus kerja malam.

Sebenarnya sejak pertama menikah aku sudah tahu resiko dari pekerjaan suamiku kalau ia tidak akan ada dirumah malam hari, tetapi sejak menikah aku sepertinya tidak ingin jauh dari suamiku, aku ingin terus melihatnya disamping ku dan anakku. Tetapi bagi suamiku sikapku menandakan kalau aku hanya ingin mengurung ia dirumah tanpa perlu bekerja dan jadilah itu sebagai bahan pertengkaran kami setiap waktu. Sebenarnya aku hanya ingin suamiku bisa membagi waktu sebaik-baiknya antara pekerjaan dan keluarganya. Suamiku menganggap kalau aku hanya menghalangi pekerjaannya padahal aku hanya membutuhkan perhatiannya. Untuk sekedar kami keluar jalan bersama saja itu tidak pernah lagi terjadi semenjak aku melahirkan anak kami. Dia seolah lupa kalau aku pun butuh udara segar diluar , tetapi aku tetap menjalani kesibukanku sebagai Ibu rumah tangga dan mengurus suami dan anakku sebaik-baiknya.

Setelah usia anak kami menginjak 5 bulan, sebuah peristiwa yang menyakitkan untukkku aku rasakan walaupun mungkin orang mengatakan aku terlalu sensitive. Tetapi apa yang aku rasakan adalah gambaran batinku yang ada, sebenarnya aku tak menyukai ini karena aku ingin hiddup yang realistis. Aku mendapatkan sms untuk suamiku dari perempuan lain yang tidak lain adalah teman orang tuaku sendiri. Isi dari SMS tersebut benar-benar membuat kaget dan menghancurkan hati dan kepercayaan pada suamiku. Ia mengatakan ucapan terima kasih kepada suamiku atas apa yang sudah mereka perbuat pada malam tersebut disebuah hotel dan ingin lagi bertemu dengan suamiku. Aku merasakan sebuah kekecawaan yang sangat dalam pada orang yang menjadi imam bagiku dan anakku. Tapi suamiku meyakinkan aku bahwa itu hanya kesalahpahaman dan SMS tersebut bukan ditujukan untuknya, untk lebih meyakinkanku ia membawa perempuan tersebut ke rumah kami. Aku dengan perasaan yang remuk redam berusaha mempercayai suamiku lagi. Walaupun dalam hati ini terus mengingat kejadian tersebut dan sakit yang masih perih dihati ini.

Akhirnya kehidupan rumah tangga kami kemabali berjalan normal seperti bisaanya seperti tak pernah terjadi apa-apa, aku juga tidak menceritakan hal tersebut kepada keluarga dan orangtuaku biarlah aku yang menanggung kepedihan ini karena akulah yang memilih sendirinya pendamping hidupku, apapun kelebihan dan kekurangannya. Aku tetap menjalani aktivitas Ibu Rumah Tangga seperti bisaa, lalu beberapa waktu kemudian sebuah ujian datang lagi dalam kehidupan rumahtanggaku. Suamiku membawa temannya dari daerah untuk tinggal sementara dengan kami karena mereka tidak punya tempat untuk bernaung sementara waktu sampai mereka mendapatkan tempat untuk tinggal.

Awalnya aku tidak keberatan karena mereka adalah sahabat suamiku, yang aku tahu teman wanitanya tersebut merupakan simpanan dari bosnya, itu yang membuat aku kurang sreg untk menerimanya tetapi aku tidak bisa berbuat banyak karena suamiku tipe orang yang tidak dapat menerima pendapat orang lain walaupun pendapat itu benar adanya. Jadilah mereka tinggal bersama kami selama seminggu lamanya, memasuki minggu kedua mereka dirumah kami, aku mulai merasakan sikap suamiku yang berubah.

Dia sering pulang larut dengan alas an pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, aku sebenarnya tidak keberatan, tetapi yang membuat hati ini menjadi kurang yakin bahwa ia pulang kerumah pukul 04.00 subuh dengan perempuan itu. Aku takut ia menduakanku dengan perempuan itu, aku beranikan diri untuk bicara dan menolak kalau suamiku berboncengan dengan perempuan itu, tetapi sikap suami yang aku harap mendukungku malah memarahiku dan mengatakan kalau saya ini orang yang berhati busuk. Apa yang salah dengan permintaanku ini ya TUHAN? Aku hanya tidak ingin suamiku berdua-duaan dengan perempuan lain. Kami bertengkar hebat karena masalah tersebut, dan aku memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuaku. Tapi ia melarangku dan memukuliku, aku pasrah saja dengan semuanya. Aku bertahan dirumah dengan rasa sakit dan malu pada tetangga atas kejadian itu, sekali lagi aku bertahan karena sesungguhnya aku sangat mencintai suamiku, demi Allah SWT yang menciptakanku aku sangat mencintai suamiku, aku hanya ingin berpisah darinya dalam keadaan tidak bernyawa lagi didunia ini.

Semuanya berjalan normal lagi seperti bisaa, penuh kebahagiaan dan senyuman yang indah, aku sudah melupakan semua yang pernah terjadi selama ini. Aku mengabdi pada suami dan anakku. Pada bulan desember 2006, saudara sepupu menawarkan kepada suamiku mobil mereka dengan harga 10 juta rupiah. Suamiku tanpa mendiskusikannya denganku mengambil keputusan sendiri dan memberikan satu-satunya kendaraan kami kepada iparku untuk dijualkan untuk membeli mobil tersebut. Aku yang mengetahui itu sudah memiliki firasat yang kurang baik. Setiap ada sesuatu yang kurang baik aku selalu bisa merasakannya, aku tidak tahu apakah ini kelebihan yang diberikan Tuhan kepadaku. Tetapi aku selalu percaya dengan firasatku tersebut. Akhirnya apa yang aku khawatirkan itu menjadi nyata, kami ditipu oleh keluarga sendiri.

Aku memang agak terlalu ikut campur dengan setiap keputusan yang diambil suamiku, mungkin itu yang membuat suamiku sering memarahiku. Kami kemudian memutuskan untuk mencari rumah kontrakan baru, setelah mendapatkan rumah itu kami pindah dan berjualan kecil-kecilan dirumah. Sementara uang yang dipinjam sepupuku tersebut belum dikembalikan, aku selalu mendesak suamiku untuk meminta uang tersebut akhirnya terjadi lagi kontak dengan suamiku karena aku dianggap terlalu mencampuri urusan yang bukan urusanku, mungkin itu memang benar. Aku melakukan itu karena meraasa kami bukan orang yang punya kelebihan harta bahkan kadang kekurangan. Selama tinggal dirumah yang kami tempati kurang lebih 8 bulan ekonomi kami mulai membaik, kami bisa menabung.

Pada bulan September 2007 suamiku membeli mobil dari sepupuku dan dia juga sudah mengembalikan uang motor yang dulu di pakainya. Tetapi ternyata musibah belum berakhir, kami tertipu lagi. Kali ini uang yang ditipunya nilainya lumayan banyak. Lalu suami membeli motor baru dari dealer setelah sepupuku membayar sedikit uang dipakainya lalu, belum beberapa bulan motor dipakai suami sudah menjual lagi tanpa meminta pendapatku lagi, seolah aku ini bukanlah istrinya tempat berbagi suka dan duka, aku kecewa dengan perlakun suamiku, dan yang terjadi setelah ia menjual motor adalah ia juga tidak dibayar oleh orang tersebut sesuai perjanjian mereka.

Awalnya aku menyalahkan suamiku karena tidak pernah mau mendengarkan aku, tetpai apa mau dikata semua sudah terjadi walau ada sesal didada. Setelah semua urusan tipuan itu selesai, suamiku kembali membeli sebuah mobil lagi dari dealer mobil terkenal, awal suami menyampaikan niatnya itu aku sebenarnya kurang setuju karena kami belum memiliki tanah dan rumah. Aku inginnya kami memiliku rumah dan tanah dulu baru membeli kendaraan, tetapi suamiku sangat bangga kalau dikatakan punya kendaraan walau tidak punya rumah sendiri.

Aku tidak memaksa keputusanku, tetapi suamiku bisa memaksa kehendaknya jadilah ia membeli mobil. Setelah mobil yang indennya di dealer keluar kami pergi ke kampong orangtuaku untuk ziarah kubur yang sudah lama tidak kami ziarahi. Dalam hati ini selalu ada was-was kalau suamiku kdi rental mobil apa ia tidak akan tertarik dengan perempuan lain lagi? Itu terus-terusan ada dalam benakku. Sampai kemudian suami memutuskan untuk menjual lagi mobil yang baru debelinya kepada temannya. Aku benar-benar sudah tidak mengerti lagi jalan PIKIRan suamiku, sudah habis kesabaran ini. Apalah aku ini hanya perempuan yang menumpang hidup pada suami, dia bisa melakukan apapun tanpa mendengarkanku, sungguh hati ini sangat pedih melihat perlakuan suami padaku. Aku tetap basrah seperti bisaanya tanpa bisa berbuat apa-apa kecuali menurut apa kehendak suami.

Sebulan setelah menjual mobil ia belum mendapatkan harga mobil itu, sehingga kami selalu bertengkar. Aku benar-benr sudah kurang kesabaran dan menjadi orang yang selalu menyalahkan suami atas keputusannya sehingga selalu terjadi cekcok tiap hari antara kami. Selama suami kerja di rental mobil, ia benar-benar tidak punya waktu lagi untuk saya dan anaknya. Bangun pagi, pulang tidur sudah larut. Hubungan suami istri kami pun sudah sangat terganggu, aku yang sangat mengharapkan suami ada disampingku tidur hanya bisa menangis kalau ia pulang larut. Hati ini benar-benar tersiksa, kesedihan seakan sudah menjadi santapanku setiap harinya. Aku trus menangis jika ada hal yang bisa aku wujudkan dengan suami, tidak bisa tidur bersama seperti dulu. Ia sudah sangat berubah menjadi oranglain yang tidak aku kenal, jauh dari sosok abaruddin yang aku kenal dulu, apakah semuanya karena ia sudah memilki uang dan harta?

Setiap hari aku selalu dirundung duka atas sikap suamiku yang aku rasakan sudah berubah, tidak lagi menyayangiku seperti dulu lagi. Semuanya telah berubah, rumah tanggaku seakan seperti kertas kering yang terbang kesana kemari di tiup angina, aku hanya seorang perempuan dan istri yang kesepian. Benar-benar tidak ada tanda kehidupan di hati ini lagi semenjak perubahan sikap suamiku. Sebuah ujian dan musibah seakan silih berganti hadir dihidupku, aku hanya hamba Allah yang lemah tanpa ada perlawanan untukmelindungi diri, hanya pasrah dengan keadaan yang ada didepanku. Aku akhirnya menulis sebuah surat untuk suamiku sebagai wujud kekecewaan pada suamiku.

Aku menilis “Aku Akan Ikhlas JIka \memang ia sudah mendapatkan perempuan lain diluar sana yang lebih baik dari aku, mulai malam ini aku sudah mengharamkan diriku untukmu”

seandainya dia mengerti bahwa itu adalah curahan hati seorang istri yang di abaikan oleh suaminya sekian lama padahal masih hidup serumah dan bersama. Sebenarnya aku ingin dia berubah dan menjadi suami yang perhatian pada keluarganya bukan pada hal materi yang terus dikejarnya. Aku hanya seorang istri yang ingin suamiku mengasihaninya, memperlaukaknya selayaknya seorang istri. Tetapi ternyata ia menanggapi surat itu dengan pemahaman lain, ia tidak lagi menegurku, bahkan seperti sangat benci melihatku seakan-akan aku najis yang kotor dan tidak pantras untuk didekati apalagi dipegang. Aku menjadi lebih sedih lagi atas perlakuan suami, ingin rasanya aku mati saja daripada terus menderita begini.

Sebuah peristiwa yang tidak akan pernah hilang dari ingatanku selama aku masih bernapas dimuka bumi ini, malam iu aku menerima SMS untuk suamiku dari seorang perempuan dan mengatakan kalau ia sakit kepala. Ya Allah Ya Tuhanku apakah benar suamiku sudah memiliki perempuan lain diluar sana? Apakah benar apa yang aku rasakan beberapa waktu terakhir ini kalau suamiku sudah tidur dengan perempuan lain diluar sana sehingga ia selalu menghindari untuk berhubungan suami istri denganku dengan berbagai alas an yang ia berikan untukku? Ya Allah mengapa aku tidak pernah lepas dari penderitaan ini, mengapa aku terus dirundung duka karena suamiku selalu berhubungan dengan perempuan lain? Aku sangat kaget dan sedih, tidak pernah aku merasakan kesedihan seperti malam ini, dada ini rasanya maupecah dan jantung ini ingin berhenti berdetak saja.

Aku lalu membangunkan suamiku untuk menanyakan apa maksud SMS itu, ia hanya bilang kalau itu salah sambung. Aku sungguh tidak percaya, tidak percaya. Aku terus bertanya dengan nada yang sudah tidak bisa aku control lagi, tetapi ia terus mengelak, aku lalu mengambil Surat Nikah kami dan merobek didepannya. Saat itu aku tidak memikirkan apa resiko dari perbuatanku itu, aku hanya merasa sakit yang sangat sakit dan pengkhianatan suami padaku. Selama ini aku sudah mengabdi padanya dengan seikhlas mungkin , tertapi mengapa ia tega melakukannya pengkhinatan kepadaku?Aku Sedih Sekali Ya Tuhan, aku ingin mati saat itu juga agar tidak merasakan kesedihan lagi. suami akhirnya mengakui perselingkuhannya dengan perempuan itu dan mengatakan kalau ia sudah menikah dengan perempuan itu.

Hati perempuan mana yang tidak teriris mendengar pengakuan suami seperti itu, ia memutuskan untuk perrgi dari rumah meninggalkan rumah, meninggalkan aku dan anaknya. Anak yang sangat dicintainya dan lebih memilih bersama perempuan itu, aku hanya menangis dan menangis yang bisa aku lakukan menyesali perbuatanku dan takdir hidupku. Orang yang selama ini aku sayangi, aku cintai dengan segenap hati telah menyakitiku dengan pengkhinatan. Aku yang telah berkorban demi dirinya, sekalipun harus melakukan dosa yang amat besar di mata Allah SWT demi dia tidak tidur dengan orang lain, tetapi hanya seperti ini balasannya. Siapa yang tau nasib kehidupan rumah tanggaku sudah diujung tanduk?

Ya Allah apakah semua ini balasan dan hukuman ata dosa-dosaku dimasa lalu. Apakah aku sanggup memikulnya?aku benar-benar merasa tak berdaya dan rasanya ingin aku mengakhiri hidup ini karena beratnya beban yang ada dipundak yang sedang aku pikul. Mengapa dia tega mengkhianati kehidupan rumah tangga ini demi perempuan lain yang juga sudah memiliki keluarga sendiri. Apakah yang mereka rasakan? Apakah mereka berdua tidak lAgi memiliki hai nurani sebagai hamba Allah dimuka bumi ini? Aku tidak pernah menyakiti orang seperti apa yang mereka berdua lakukan kepadaku. Aku benar-benar tak sanggup berdiri bahkan untuk mengurus anakku rasanya semuanya sangat berat, akhirnya aku sering menitipkan anakku kepada tetanngga yang sudah aku anggap orangtuaku sendiri, dialah yang sering mengurus anakku saying jika aku terlalu larut dengan kesedihanku.

Aku sepertinya tidak dapat menjadi ibu yang baik untuk anakku dikala dia sangat membutuhkan aku ibunya. Aku terus memikirkan suami yang pergi bersama perempuan lain dan menelantar aku anaknya. Mengapa ia tega melakukan itu, pertanyan itu terus datang kepadaku tanpa pernah berhenti meminta jawaban. Selang beberapa waktu berlalu, suamiku tetap tinggal dluar rumah bersama perempuan itu, hatiku sangat sakit. Seandainya luka ini dapat dilihat,maka akan terlihatlah luka menganga nan lebar dan sakit tiada tara didunia ini, aku merasa akulah makhluk Allah yang paling menderita saat ini. Akhirnya seiring waktu aku mulai menyadari kalau aku tidak bisa terus dalam keadaan hancur seperti ini, atas saran orang tuaku aku datang ke seorang ustad untuk berobat. Dari situ aku mengetahui bahwa suamiku terkena guna-guna atau pellet dari perempuan itu. Aku sulit untuk percaya, aku merasa ini adalah takdir yang harus kuterima walau sangat berat tiada terkira. Aku memilih untuk mempercayai perkataan ustad itu dan berharap suamiku akan kembali kepadaku dan anakku lagi seperti dulu kala.

Aku tiada berhenti memohon kepada sang Rabb Pencipta. Setiap malam aku tak lupa melakukan shalat malam berdoa dengan keyakinan yang aku miliki, memohon agar Allah mengembalikan suamiku ke sisiku, aku tidak dapat hidup tanpa dirinya hanya ingin terpisahkan oleh kematian. setiap saat aku berdoa dan berdoa semoga Allah mendengar dan mengabulkan doa hambanya ini, doa orang teraniaya dan terzalimi oleh suaminya sendiri. Akhirnya Allah mengabulkan doaku, suamiku kembali ke rumah sebulan setelah ia tinggal diluar bersama perempuan itu, tapi ternyata itu hanya siasat suamiku agar tidak terus mengganggunya. Aku merasa seperti orang bodoh yang mau saja menerimanya walau mengetahui ia masih berhubungan dengan perempuan itu, mengapa ya Allah aku tidak bisa melawan bahkan untuk menolak dirinya kembali ke dalam hidup yang sudah menghancurkan hati dan jiwa ini? Jawablah pertanyaan dan doaku ya Tuhanku.

Malam ia kembali kerumah ternyata perempuan itu menelpon dan minta dijemput di suatu tempat setelah ia kembali dari kampungnya, aku sangat sedih dan sakit karena suamiku hanya memarahiku dan mengatakan kalau aku hanyalah orang suka mencari gara-gara tidak siang tidak malam tidak menginginkan kedamaian dalam hidup. Padahal aku hanya tidak ingin suamiku berhubungan lagi dengan perempuan itu. Tapi apalah arttinya diriku dimata suamiku air mataku tak ada artinya, kesakitanku tak bernilai, kepedihanku bukanlah sebuah hal yang menyentuh hatinya. Ia pergi menjemput perempuan itu dan meninggalkan aku dalam kesedihan, aku hanya bisa menangis menatap kepergian suamiku pada perempuan lain. Aku hanya menyerahkan diriku kepada Tuhanku, aku berusaha tetap berdoa dan membaca kitab suci yang aku yakini semoga Allah memberi petunjuk kepada suamiku.

Setelah kejadian itu aku sudah pasrah, apakah ia akan meninggalkanku dan anaknya selamanya demi perempuan yang sudah memberi kebahagiaan baru dalam hidupnya. Sebenarnya sejak kejadian dalam rumah tanggaku ini, orangtuaku sangat sedih dan tidak pernah menyangka kalau kehidupan rumah tangga anaknya akan jadi seperti sekarang, hancur oleh pengkhinatan. Mereka terus berusaha membujuk suamiku agar mau kembali ke rumah demi anak kami dan memaafkan kesalahan aku yang telah merobek surat nikah kami. Tapi suamiku tak bergeming sedikitpun dan bahkan menganggap kalau orang tuaku hanya mencampuri urusan rumah tangga kami, padahal kalau ia mau tahu orangtuaku sangat tidak menginginkan perceraian dalam rumah tanggaku, mereka ikut merasakan kesedihan yang aku rasakan, bahkan ibu yang sangat mencintaiku tidak pernah kering air matanya melihat kehancuranku. Ia terus menangis dan menangis sepreti diriku, ia terus berdoa memohon keselamatan rumah tanggaku. Hati ibu mana yang tidak sakit sepeti hati ibuku? Tidak ada, semuanya merasakan sakit itu.

Selama suamiku pergi dari rumah ia membawa uang hasil penjualan mobil kami dan memberikan usaha yang ada dirumah untukku dan anakku. Setiap hari aku lalui dengan penuh kesedihan dan penyesalan mengapa aku tidak dapat menjadi istri yang bisa membahagian suami malahan membuat suami pergi dari rumah dan mencari pengganti yang lebih baik dariku. Itulah penyesalan terbesar dalam hidupku, aku memohon dengan kerendahan hati dan kelemahanku sebagai seorang manusia, jika Allah akhirnya mengabulkan doaku aku akan memperbaiki segala kesalahan yang pernah aku buat dan tidak akan mengulanginya lagi. Tapi akankan itu terwuju? Hanya Allah yang Maha Mengetahui apa yang nyata dan tidak nyata.

Keesokan hari setelah kejadian suamiku menjemput perempuan itu, suamiku memilih untuk tetap tinggal dirumah walau ia tidak pernah tidur dirumah bersama kami. Ia memilih tidur diluar bersama perempuan itu, aku hanya menerimanya dengan kesakitan yang luar bisaa, beratnya cobaan yang sedang diberikan kepadaku ini ya Allah. Tetapi belum sehari aku merasakan kehadiran suamiku disampingku, muncullah kisah yang lebih sakit dari sakit apapun didunia ini. Malam harinya Aku mendapatkan suamiku duduk berdua bersama perempuan itu di depan mata kepalaku sendiri ditempat kerjanya, apa yang aku PIKIRkan saat itu? Tidak ada aku hanya kaget dan rasanya ingin aku memaki suami dan perempua itu dengan penuh kemarahan dan kekecewaan. Aku mulai memberontak ingin menyakiti perempuan itu dan menampar serta memukulnya, tapi apa yang terjadi? Sebaliknya suamiku yang memukuliku dan memaki-maki diriku didepan orang banyak dan mengatakan kalau ia tidak akan pernah lagi kembali kerumah selamanya dan akan memilih perempuan itu sebagai istrinya.

Oh Tuhan mengapa perlakuan suamiku yang aku cintai hanya seperti ini kepadaku, penuh dengan penghinaan dan sumpah serapah yang sangat menyakitkan? Benarkah suamiku terkena pellet itu sehingga begitu membenci diriku dan menginginkan aku pergi jauh darinya?............... sekali lagi aku hanya menangis dan menahan sakit ditubuhku ini, tapi sakit ditubuh ini tidaklah ada artinya dibandingkan dengan sakit yang ada dihati ini. Perkawinanku sudah tidak dapat dipertahankan lagi, ia sudah tidak menginginkan aku mendampingi hidupnya selamanya, ternyata ia sama saja dengan Almarhum ayahnya yang hanya bisa menyakiti wanita demi kepuasan dirinya sendiri.

Keesokan harinya ia kembali kerumah dan memaki-maki diriku perihal kejadian semalam, aku pun hanya berusaha menjelaskan apa keinginanku tapi ia tidak mau mendengarku dan terus memojokkan aku dengan suara yang amat keras dan penuh hinaan melecehkan. Adikku yang berada diluar tidak tahan lagi mendengar semua perkataan suamiku dan menegur suamiku agar tidak menyakiti aku lagi. Syetan sudah merasuki hati suamiku A dan kemudian memukuli adikku, aku yang masih syok dengan kejadian semalam lalu menarik baju suamiku dan menggigitnya untuk melampiaskan kemarahan dan kesakitanku. Apa yang aku lakukan tidak aku PIKIRkan lagi akibatnya, aku hanya ingin menyakitinya seperti ia menyakiti selama ini tanpa pernah memikirkan perasaanku, kesakitan tubuhnya yang dipukuli, aku menggigitnya sekuat tenaga yang aku miliki.

Bekas gigitan itu mengeluarkan darah, ia menjadi semakin murka kepadaku dan adikku, lalu menambil semua pakaiannya dalam lemari mengemasnya dalam tas untuk selamanya pergi dari kehidupan kami. Ia sangat marah dan mengancam akan melaporkanku dan adikku ke kantor polisi karena tindak penganiyaan yang mengakibatkan luka. Aku tidak takut dengan ancamannya, ia meminta surat nikah kami yang sudah aku perbaiki dan mengeluarkan segala sumpah serapah yang jika didengar begitu sangat menyayat hati.

Mulai detik kamu bukan lagi istriku, kamu tidak pernah memiliki suami dan sejak detik ini kamu sudah janda. Selama ini saya tidur dengan kamu Cuma keterpaksaan bukan karena cinta, pernikahan kita sebenarnya tidak direustui oleh keluargaku dan kamu tidak pernah masuk dalam hatiku. Potong tanganku jika aku kembali kepadamu saya bersumpah atas nama Allah dan Rasul semoga Allah mengabulkan doaku ini.

Itulah kalimat yang sampai aku mati dan masuk kedalam liang lahat akan selalu aku kenang dan kenang. Siapa yang pernah menyangka suamiku yang walaupun sering menyakitiku juga sering berbuat baik kepadaku dan keluargaku telah mengucapkan talak kepadaku saat ini?aku hanya terduduk lemas dilantai dan memohon ia tidak pergi, tapi ia tetap saja akan pergi dan memaksaku memberikan surat nikah itu karena akan melaporkannya ke pengadilan agama untuk bercerai agar ia bisa menikah dengan perempuan itu.

Aku menyerahkan surat nikah itu dengan hati yang hancur, segala harapan tentang kebahagiaan berumah tangga bersamanya telah sirna. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan saat itu, aku tidak dapat mengeluarkan air mataku didepannya seakan telah kering selama duka yang aku rasakan selama ini dari dirinya. Sesungguhnya aku pun menyadari sebagai manusia aku juga tidak pernah luput dari dosa dan salah., tetapi haruskah kesalahanku itu menjadi alas an untuk dia mencari penggantiku? Sekali lagi aku tak tahu jawabannya karena aku tidak pernah berpikir sedikitpun untk mencari penggantinya jika ia yang melakukan salah kepadaku.

Aku hanya ingin kembali ke rumah orangtuaku jika masalah muncul di depanku dan aku sama sekali tak ingin menikah jika akhirnya berpsah dari suami. Tak pernah terpikir untuk mencari penggantinya. Akhirnya dia benar-benar pergi meninggalkan aku dan anakku demi perempuan itu, sejak kepergiannya hari itu aku dirundung duka yang sangat dalam. Setiap hari yang aku lakukan hanya bisa meneteskan air mata tanpa bisa aku tahan ketika memikirkan dirinya, apa yang ia lakukan bersama perempuan itu dan apakah ia benar-benar akan melakukan gugatan cerai ke pengadilan agama?

Aku terus saja memohon diberi kesabaran dan ketabahan yang lebih dari yang pernah diberikan Allah kepadaku. Akupun selalu datang kerumah Pak Uztaz untuk melakukan pencerahan hati dan juga berobat dimana menurut pak Uztas ayah anakku terkena santet perempuan itu. Wallahu Alam, aku hanya berusaha sekuat hatiku untuk mengembalikan ayah anakku kepada anakku. Walau dalam proses pengobatan aku sering merasakan sakit tapi aku tak pernah menyerah dan mengeluh, kulakukan semuanya dengan seikhlas hatiku memohon kemurahan hati yang Khalik untuk menyelamatkan rumah tangga ini dari kehancuran.

Waktu terus berjalan dan yang aku rasakan tak ada perubahan dari pengobatan ini, suamiku tak kunjung melihat aku dan anakku sejak kepergiannya hari itu. Dan hari yang aku selalu pertanyakan dalam hati ini “Apa ia akan benar-benar menggugatku di pengadilan agama?” ya, ia benar melakukannya. Hari itu aku mendapatkan surat panggilan sidang dari pengadilan agama, aku bagai tersambar petir. Kakiku tak dapat menahan badan ini, semuanya terasa sunyi. Ya aku pingsan tak kuat menahan derita ini. Aku sungguh tak menyangka ia tega melakukannya, tetapi nasi sudah jadi bubur.

Atas saran orangtuaku dan keluargaku, aku diminta melapor tindakan suami ke kantor polisi dengan aduan perzinahan dan penelantaran keluarga. Awalnya aku ingin melakukannya, tetapi setelah aku berPIKIR dan memohon petunjuk dari sang Pencipta dalam shalat malamku, aku urung melakukannya karena hatiku sangat yakin suamiku akan kembali kepadaku dan anakku. Atas sikapku itu aku sangat dimarahi oleh keluargaku dan mengatakan kalau aku orang yang sangat lemah dan mau saja disakiti tanpa berbuat apa-apa. Aku menerima semua perkataan keluarga tanpa perasaan marah apalagi dendam, aku tahu mereka sedih sekali melihat aku diperlakukan tidak adil oleh suami, sering dibohongi, dan disakiti. Aku tahu mereka ingin melihatku dan anakku bahagia,tidak ada kesedihan dan air mata lagi. Tapi mau bagaimana, dia adalah suamiku yang aku sayangi. Aku tidak tahu mengapa cinta ini tak pudar saja dengan segala sakit yang diberikannya untukku, aku ingin melupakannya dan menghilangkannya dari hatiku selamanya tapi tidak bisa melakukannya walaupun sangat ingin. Hanya satu kata aku mencintainya setulus hati. Selama dia menggugatku dipengadilan dia tidak pernah datang menjenguk anaknya, entah apa yang dilakukan dan diPIKIRkan sehingga setega itu kepada kami. Akku terus mencari jawabannya tanpa henti tak jua menemukan jawabannya.

Malam sebelum sidang perdana perceraian itu, aku datang ke sebuah tauksiyah oleh Uztad jefri seorang uztas yang kondang. Aku rela datang seorang diri malam itu untuk mendapatkan ketenangan dihati dan jiwa yang rapuh ini. Ya aku mendapatkannya, aku benar-benar merasa malam ini aku diberikan cahaya dihati sehingga tidak terlalu memikirkan masalah yang sedang aku hadapi. Tapi masalah muncul saat aku akan pulang ke rumah, karena jarak rumah dengan mesjid itu sangat jauh aku tidak menemukan kendaraan/angkot untuk pulang waktu sudah larut malam. Aku terus berjalan memohon kiranya ada yang mau menolongku mengantar kerumah. Trus sja aku berjalan dan sedikit menangis karena takut dengan jalanan yang aku lalui gelap, ya Allah kiriimkan seseorang yang mau mengantarku.

Sejenak aku diam berdiri menunggu kendaraan tapi tak satupun yang lewat, aku memberanikan diri menahan sebuah motor yang aku tidak kenal dan meminta tolong mau mengantarku pulang. Alhamdulliah bapak itu mau mengantarku, aku bersyukur akhirnya ada yang menolongku. Aku sama sekali tak mengenal orang itu, hanya doaku selalu sampai sekarang semoga bapak tersebut dan keluarganya selalu dalam lindungan Allah SWT. Aku sampai juga dirumah walau waktu sudah sangat larut, lalu aku mengambil air wudhu untuk shalat.

Dalam shalat itu aku memohon diberi kesabaran yang lebih dan ditingkatkan ketaqwaabku dihadapan Tuhanku. Semoga dengan segala ujian yang datang bertubi-tubi ini aku dinaikkan kelas ketaqwaanku. Besoknya aku menghadiri sidang itu dengan perasaan takut dan sedih jika akhinya takdir memisahkanku dari suami. Sesampainya disana suamiku sudah ada dan kami berbicara empat mata bahwa dia mau kembali kerumah tetapi sudah terlanjut melakukan janji dengan kedua orang tua perempuan itu untuk menikah bahkan segala keperluan menikah sudah disiapkan. Dihadapannya aku tidak menunjukkan reaksi yang berlebihan tetapi sebenarnya hati ini lebih teriris dan tersayat sembilu mendengar ucapan y\itu. Aku hanya berkata kalau mau kembali janganlah menikah dengan dia, batalkan saja segala janji pada orang tuanya. Aku sama skali tak tahu apa yang ada dibenak dan hati suami, dalam persidangan ia mengatakan di depan hakim kalau ia mau kembali ke rumah tetapi masih mencari cara untuk meninggalkan perempuan itu tanpa sakit hati. Itulah ucapan yang membuat aku sedikit merasakan harapan kalau suamiku yang aku sayangi akan kembali kepada kami.

Aku begitu senang dan bersyukur akhirnya jalan yang aku tunggu-tunggu selama kurang lebih 2 bulan kepergiannya akan terbuka. Sepulang kerumah aku menceritakan hasli sidang itu kepada orangtuaku dan mereka sangat bersyukur bahkan ibuku sudah berniat akan melakukan puasa sunat jika suamiku benar-benar kembali kerumah. Hari itu aku bisa merasakan udara plong masuk ke paru-paruku dan begitu nikmatnya dan lahapnya aku makan setelah beberapa lamanya aku tidak dapat makan sehingga badan ini sangat kurus sekali.

Malamnya suamiku datang kerumah dan mengatakan kalau perempuan itu ingin bertemu denganku dirumah salah seorang temannya. Tanpa pikir panjang aku langsung menyetujui permintaan suamiku dan aku punya kesempatan untuk berbicara langsung dengan perempuan yang sudah merebut suamiku itu. Aku tak pernah berPIKIR apa yang sedang direncakannya bersama perempuan itu dirumah temannya, aku tulus datang meminta pad perempuan itu untuk meninggalkan suamiku dan ia kembali kepada keluarganya. Sekali lagi kekecawaan besar ada didepanku, setelah aku berusaha membujuk perempuan itu tanpa hasil, sebaliknya suamiku mengatakan kalau ia menikah dengan perempuan itu atas persetujuan mertuaku yang jauh di daerah lain. Aku benar-benar menangis pilu mendengar ucapan suamiku didepan perempuan itu, ia sangat merendahkan dan menghina diriku ini.

Orang-orang yang aku harapkan dapat menjadi penolong untukku dimalam itu tak dapat berbuat apa-apa. Suamiku hanya diam dan menatap tajam kepada perempuan itu, mengabaikanku disampingnya. Ya Allah cobaan apa lagi yang aku terima ini, mengapa tak henti ujian datang kepadaku. Kalau memang ia bukan jodohku maka biarlah hati ini tidak lagi memikirkan dan mengharapkan ia kembali kepadaku. Hati ini skali lagi merasa terzalimi oleh kelakukan orang-orang yang aku sayangi, aku kembali ke rumah dengan kesedihan dan tangis pilu. Aku langsung shalat memohon ampunan atas dosa-dosaku dan janganlah anakku menanggung dosa yang aku dilakukan diwaktu sekarang. Biarlah apa yang aku rasakan sekarang Kesedihan Ini dan kehancuran ini untukku seorang, anakku tidak akan pernah merasakan hal seperti yang aku rasakan sekarang. Aku meminta petunjuk kepada Sang Khalik apa yang dapat aku lakukan sekarang. Keesokan harinya aku memutuskan untuk pergi keluar kota tempat dimana aku dilahirkan dan dibesarkan, aku kembali ke kampong halamanku dan sementara tinggal dirumah sanak saudaraku. Dalam perjalananku itu aku terus mengingat hal-hal yang dilakukan suamiku kemarin kepadaku segala janji palsunya untuk kembali kerumah.

Dia telah berhasil membuatku menjadi manusia paling menderita saat ini, paling terpukul dan paling terzalimi. Aku datang kekota kelahiranku untuk menghilangkan kesedihanku, aku banyak berkunjung kerumah saudara yang selama ini jarang aku datangi. Dilain waktu aku mendatangi orang-orang yang dianggap memiliki kelebihan untuk berobat. Aku menginnginkan agar dapat diobati hati ini dengan cara menghilangkan segala ingatanku tentang memori suamiku, aku sungguh ingin melupakannya dan meninggalkannya selamanya seperti yang sudah dilakukannya untukku.

Tapi tak seorangpun dapat menolongku, aku hanya disarankan untuk bersabar karena sesuatu yang baik pasti akan datang. Ingin rasanya kepedihan ini berakhir sudah, tidak sanggup aku terus menangis setiap saat ketika mengingat suamiku bersama dan tidur dengan perempuan lain. Aku benar-benar inginmelupakannya selamanya namun tak kuasa hati ini melakukannya. Apakah ini cinta sejati aku tak tahu apa itu arti cinta sejati. Hari terus berlalu dengan ketidakpastian tentang rumah tanggaku, tentang nasib pernikahan kami yang sudah hampir tercerai berai karena kesalahan kami berdua. Sekali lagi aku terus dan terus memohon kesabaran dan ditingkatkan ketaqwaanku kepada Sang Khalik.

Ya Rabbi aku tak sanggup dengan derita ini, aku sungguh tak sanggup, apa yang terbaik untuk kami maka tunjukkanlah jalannya dan berilah keikhlasan di hati ini walau berat. Selama ku tinggal disana tak ada sedikitpun waktu tanpa memikirkannya sampai suatu saat anakku jatuh sakit. Aku sedih karena seorang diri tanpa suami yang menemaniku mengurus anak kami. Aku sangat berharap ia mau datang dan menemani kami berdua, tak pernah terjadi hal itu.ia sungguh tega melakukan ini pada anaknya yang sedang sakit, menelepon untuk menanyakan kabar anaknya tak pernah ia lakukan. Setiap pertanyyan yang ada dihati tak pernah mendapat jawabannya,

Sungguhkah ia sudah melupakan kami berdua orang yang selama ini sangat disayanginya dan mengorbankan apapun demi kami hanya karena perempuan lain yang sudah hadir dalam hidupnya sekarang? Jawab aku ya Tuhan, jawab aku. Aku butuh jawaban yang pasti sehingga tidak akan pernah menyesali apapun yang aku lakukan kelakk. Ketika waktu sidang yang kedua sudah dekat jadwalnya, aku memutuskan kembali ke kota untuk mengikuti sidang itu apapun nantinya yang terjadi perpisahan sekalipun harus aku terima.

Aku dan anakku akhirnya bertemu dengan orang yang kami rindukan. Hati ini sangat bahagia melihat wajah yang sudah lama tidak aku lihat. Hati ini berdebar seperti saat pertama kali kami berpacaran. Aku bahagia melihat wajah itu walau dengan kepedihan. Ternyata diluar dugaanku, suamiku sekali lagi mengatakan akan kembali kepada kami betapa bahagianya hati ini mendengarnya semoga ini bukan hanya akal=-akalnnya lagi seperti dulu, itupinta hati ini. Tapi satu hal yang sangat mengganjal adalah kata-katanya kalau mereka sudah menikah dan perempuan itu sedang mengandung anaknya. Aku menjadi sangat egois dan mengatakan gugurkan saja anak itu. Sama sekali aku tak berpikir saat itu kalau itu adalah sebuah dosa yang menambah dosa yang sudah dilakukan sebelumnya. Aku hanya ingin suamiku kembali ke sisiku.

Hati ini tak henti menangis mendengar pengakuan suamiku walalu didepannya aku tak menunjukkan tangisan itu, Memang benar dia tidak datang ke sidang itu, jadi aku pun tak datang. Ia berniat untuk kembali ke rumah karena perempuan itu sedang ke kampungnya juga. Ia mengatakan akan mencari cara bicara dengan perempuan itu ketika kembali nanti bagaimana caranya ia akan kembali kerumah tentunya dengan cara yang tidak menyakitkan hati perempuan itu. Tapi jauh di.dalam hati ini mengatakan tidak akan ada hati yang tidak sakit ketika ditinggalkan oleh pasangannya karena aku sudah merasakannya. Biarlah itu diraskaannya juga ketika dia mengambil suami dari sisiku. Aku menjadi sangat egois dan egois.

Keputusan suamiku untuk kembali tidak lama berlangsung, ke esokan harinya ia tidak jadi kembali kepada kami dan tetap tinggal bersama perempuan itu, bahkan ia dengan beraninya membawa perempuan ke rumahku mempertemukanku dengannya. Aku sangat kaget ia masih tega melukaiku lagi, aku tidak tahu apa niat mereka berdua datang menemuiku. Hanya satu yang aku tahu perempuan itu datang untuk membuatku aku semakin sakit dalam duka dan luka, ia dengan sangat jelas mengatakan kalau sedang mengandung anak suamiku dan mereka sudah menikah secara sirri. Ingin rasanya saat itu aku mati saja dan tak pernah kalimat itu keluar dari mulut perempuan itu, siapakah istri didunia ini tidak sedih mendengar kalimat seperti itu, tolong jawab siapa…………………………….?

Mereka meninggalkan rumah dan sakit untukku, aku langsung menangis sejadi-jadiny didalam kamar, jika saja bunuh diri dihalalkan aku akan melakukannya sesegera mungkin agar tak ada lagi sakit yang menghimpit dada ini, aku yakin anak yang dititipkan kepadaku oleh yang Kuasa pasti akan dijaga-Nya karena ia adalah titipan-Nya. Lama aku terdiam dan berpikir yang jernih jika aku melakukan itu orang yang menyakitiku hanya akan tertawa dan bergembira riang di atas pusara dan batu nisanku. Aku urung melakkukan niat putus asa ini, aku teringat dengan sebuah ayat di Alquran bahwa Allah tidak akan menurunkan sebuah cobaan yang tidak akan sanggup dipikul oleh hamba-Nya dan jika aku bisa melewati ujian itu aku akan naik nerajat dihadapan-Nya.

Aku menghubungi orangtuaku dan menceritakan apa yang baru saja aku alami, mereka sangat marah dan menganggap penghinaan ini tak dapat lagi ditolerie oleh mereka. Selama ini mereka tidak pernah mau bertemu dengan suamiku karena masih menghargaiku yang masih berharap dapat rujuk lagi dengannya. Tapi dengan kejadian ini semua itu tak mereka pikirkan lagi, bahkan aku sudah diharamkan untuk rujuk dengan suamiku. Kalau aku nekat melakukannya mereka akan membuangku dari keluarga dan aku tidak akan mengakui aku lagi. Aku sangat bingung tidak tahu lagi mau bagaimana, tetap berusaha mempertahankan rumah tangga ini walau hanya dari aku seorang saja atau menuruti keinginan orangtuaku yang sudah sangat berjasa kepadaku sejak aku lahir sampai detik ini bahkan tidak akan bias aku membayar jasa mereka itu. Akhirnya aku sampai pada keputusan untuk tetap mempertahankan rumah tangga walau tanpa restu lagi dari orang tuaku yang sudah sangat marah padanya karena aku yang terus dizalimi selama ini. Sebenarnya kalau mau mengetahui hati ini, sangat sedih dengan keputusan ini.

Aku menyakiti hati mereka berdua dan keluarga besarku, kembali menerima orang yang telah menzalimi dan menghina serta menyakitiku lahir batin, tapi bagaimanapun dia ayah dari anakku, aku sungguh tidak dapat memikirkan bagaimana nasib anakku kelak tanpa ayahnya. Apakah aku sanggup menghidupnya seorang diri, bagaimana jika Allah SWT mengambil orangtuaku kembali ke hadiratNya, apa aku bias menghidupi anakku. Itulah banyak pertimbangan yang akhirnya membuat aku mengambil keputusan ini, sebenarnya aku memang masih sedih dengan perlakukan suamiku, apalagi selama tinggal dengan perempuan itu ia sudah menghabiskan seluruh hartanya demi perempuan itu. Ia membelikan seluruh kelengkapan rumah tangga sedangkan aku yang sudah beberapa tahun bersamanya tidak pernah dibelikan barang rumah tangga bahkan untuk setrika yang kecil itu ataupun piring dan gelas.

Dengan sikapnya ini apakah ia bias disebut adil..? apakah dia sudah memiliki criteria untuk berpologami. Belum, dia sama sekali tidak memiliki kemampuan berpoligami bahkan hanya akan menyakiti salah satu pihak dan menyenangkan satu pihak lainnya. Setelah ia kembali kerumah keadaan tidaklah sama seperti dulu lagi, ia lebih banyak diam memikirkan perempuan itu dan bahkan saling smsan didapan mataku. Sesungguhnya hati ini pedih melihatnya tapi tak pernah kutunjukkan kepedihan hati ini, biarlah Sang Khalik yang melihat luka ini berdarah dihati. Kami melakukan hubungan selayaknya pasangan lainnya tapi itupun hanya difisik saja bukan dihati dan aku merasakannya.

Ya Allah mengapa aku masih mau memaafkan dan menerima ia kembali ke kehidupanku..? bukankah lebih baik aku hidup tanpa dirinya sehingga tak ada lagi yang akan menyakitiku, menghinaku, memukulku dan menginjak-injak harga diriku sebagai seorang perempuan dan seorang ibu? Jawablah aku Ya Rabbi, hati ini masih mencintainya walau disakiti. Beri aku petunjuk yang benar dan nyata bukan petunjuk atas hawa nafsu dan godaan syetan. Aku ingin benar-benar mengambil keputusan yang terbaik untuk kami. Aku sudah terlalu banyak disakiti dan disakiti. Aku tahu kalau selama ia kembali kerumah ini ia masih bersama perempuan itu diluar karena ia tidak pernah tidur lagi dirumah. Perempuan itu sudah dating dari kampungnya. Aku hanya ingin menaggap kalau semua ini hanya sebuah selingan menyedihkan dalam kehidupanku didunia ini. Aku tidak terlalu mengambil pusing dengan kebersamaannya dengan perempuan itu, mungkin karena terlalu pedihnya hati ini sehingga tidak merasakan lagi kesakitan yang dia berikan. Aku tetap menjalani kegiatankku sehari-hari bersama anakku karena memang aku sudah tinggal sendiri, semua saudaraku sudah keluar dari rumah diusir suamiku yang tidak ingin melihat mereka karena kebencian dihatinya. Kadang perasaan sedih seorang diri menghampiriku dan aku menangis lagi mengingat kesendirianku ini. Ingin rasanya aku bias berkumpul lagi dengan keluargaku semuanya.

Akhirnya keputusan dating dari suamiku, ia memutuskan untuk pergi dari rumah dan bahkan kalau ada laki-laki yang mau denganku ia akan rela.Aku kaget mendengar kalimat itu keluar dari mulut suamiku sendiri, seandainya kalimat itu keluar dari mulut oranglain mungkin tidak akan seperti ini perasaanku. Setelah kupikir-pikir biarlah ia pergi selamanya, aku hanya meminta ia pergi setelah mengambil awal puasa dirumah dan setelahnya ia bias pergi. Orang tuaku yang mendengar hal itu sangat marah sekali, mengapa suamiku masih bersikap begitukepada saya masih ingin meninggalkanku lagi demi perempuan itu.

Mungkin inilah yang terbaik sekarang, dia pergi dari kehidupan kami berdua. Biarlah ia menjalani kehidupan barunya diluar sana, aku dan anakku juga akan melanjutkan kehidupan kami. Orang tuaku dating menemuinya untuk menanyakan apa maksud dia mau meninggalkan kami berdua, ia mengatakan kalau itu adalah yang terbaik untuk kami semua apalagi rumah tangga kami sudah tidak direstui lagi. Orang tuaku sangat marah mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya, ia sama sekali tidak menghargai kedua orang tuaku. Ketika aku ditanyakan tentang keputusanku, aku sudah pasrah tidak ingin lagi mempertahankan rumah tangga ini karena terlalu banyak yang merasa sakit jika aku mempertahankannya. Setelah kedua orang tuaku kembali, aku mengatakan kepadanya pergilah selamanya aku tidak akan mempertahankan lagi semuanya, cukuplah aku berusaha selama ini tapi tidak dengan dirimu. Engkau tak ada usaha untuk mempertahankan rumah tangga ini dan bahkan menuruti keinginan wanita itu. Aku sudah pasrah dengan tadirku kali ini.

Tapi sesuatu yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya, akhinya dia memutuskan untuk benar-benar kembali ke rumah selamanya. Kali ini aku tidak terlalu kaget mendengarnya karena sudah terlalu sering dia mengatakan itu tapi buktinya dia pergi lagi. Aku menyampaikan maksud suami ke orang tuaku, mereka yang awalnya sangat marah dan tidak ingin lagi bermenantukan diriinya menayakan kepadaku .”Sebenarnya bagaimana perasaanmu kepadanya Nak..? aku mengatakan kalau aku memang masih mencintai dirinya tapi tak mungkin aku bersamanya jika tak ada lagi restu kalian sebagai orang tuaku. Mereka sungguh orang tua yang berhati mulia, mereka mengizinkan aku untuk kembali rujuk dengannya walau aku tahu luka dihati mereka berdua tidak akan pernah hilang seperti juga yang aku rasakan. Aku bersyukur diberi orangtua seperti mereka yang sangat pengertian dan penuh kasih kepada anak-anaknya.

Keputusan akhir ada ditanganku, menerimanya kembali atau tidak sama sekali? Hanya shalat yang bias aku lakukan untuk mengambil keputusan yang bijak, setelahnya aku mengambil nafas dan mengatakan baiklah kita tidak usah berpisah karena aku masih menyayangimu setulus hati ini walau sudah terluka. Kami berdua berusaha untuk mencari prngobatan alternative yang bias menghilangkan perasaannya kepada perempuan itu, banyak orang yang aku temui dan mengatakan kalau suatu saat ia akan melupakan perempuan itu. Aku tidak yakin, karena segala yang terjadi dalam kehidupan manusia sudah terekam diotak / memori kita sehingga kita pasti akan tetap ingat kejadian di masa lalu. Begitupun dirinya dan diriku, pasti ingat semua yang pernah terjadi. Alhamdulillah selama beberapa hari kami bersama tidak ada pertengkaran yang terjadi, karena aku berusaha untuk menghindari hal tersebut. Bulan Ramadhan pun tiba, ya ia ada dirumah bersamaku dan anakku merayakan awal bulan Ramadhan ini walau menurutku itu semua hanya keterpaksaan darinya tapi aku wajib mensyukuri nikmat ini karena kalau aku senantiasa bersyukur sekecil apapun nikmat itu niscaya akan ditambahkan-Nya untukku.

Hari-hari berlalu seperti biasa, setiap ada sesuatu yang dilakukannya apalagi kalau menyangkut hpnya yang berbunyi tengah malam aku selalu khawatir kalau itu dari perempuan itu yang akan mengganggu kami lagi. Hidupku terus dibayang-bayangi perempuan itu. Setiap aku melakukan sesuatu utamnaya ketika aku tidur dengan suami hati ini teriris pedih mengingat bagaimana ia tidur dengan suamiku, aku tidak mau munafik kalau aku sangat membenci wanita itu yang sama sekali tidak berperasaan menurutku.

Pada suatu waktu, aku memaksa suamiku untuk tidur denganku karena memang telah lama ia tidak mau tidur denganku semenjak kembali kerumah dengan alas an yang beragam.

Ia langsung memarahiku dan mengata-ngataiku dengan kasar, aku hanya menangis seperti inikah rasanya ketika kita ingin tidur dengan orang yang kita sayangi hanya ini yang didapatkan. Bagaimana perilakunya pada perempuan itu, pasti tanpa dimintapun ia akan melakukannya. Aku langsung mengatakan kepadanya kalau aku memang bukan perempuan itu, tubuhku jelek, wajahku jelek, kulitku tidak mulus. Ia sangat marah dan langsung masuk kamar, tanpa kutahu ternyata ia menghubungi perempuan itu dan mengatakan kalau ia akan ke kampong perempuan itu.

Aku mengetahui itu ketika selesai shalat subuh, hpnya berbunyi dan ada sms masuk dari perempuan itu. Aku memang kaget tapi tidak lagi seperti dulu perasaanku, ketika ia bangun aku katakana kalau ada sms masuk dan aku mempersilahkan ia untuk berkemas berangkat ke kampong perempuan itu. Karena aku tidak ingin terus disakiti dan dibodohi d, dibohongi, biarlah semua terjadi. Mungkin benar kata orang, lebih sekarang ia mengkhianatiku ketika aku masih memiliki satu anak, daripada nanti ketika aku sudah memiliki banyak anak akan lebih menyakitkan. Nyatanya ia tidak pergi, ia tetap memilih ada dirumah. Mungkin apa yang dilakukannya itu hanya luapan emosinya malam itu padaku. Kami melupakan apa yang terjadi malam itu dan aku tidak pernah lagi berusaha untuk merayu dia, biarlah semua berjalan apa adanya kalau ia ingin aku akan melayaninya kalau tidak aku juga tidak akan memaksanya.

Saat ini aku hanya menganggap diriku seperti seorang istri yang tidak bersuami, suami jauh dirantau orang. Hari-haripun berlalu lagi tanpa terasa, memasuki hari raya idul fitri ia memutuskan untuk tidak bersilaturahmi dengan keluargaku, aku tidak memaksanya karena orang tuaku pun tidak mempermasalahkan hal itu. Mereka malah menyuruhku untuk tetap bersama suamiku pada saat lebaran itu padahal aku sangat ingin berkumpul bersama mereka memohon ampun atas kesalahanku yang sangat banyak ini pad mereka. Kami berlebaran bersama, setelah shalat aku ke rumah orang tuaku bersilaturrahmi dan ia tetap dirumah. Setelah masa itu semua kembali normal seperti tak ada masalah, aku tidak ingin memperlihatkan keadaanku yang sebenarnya pada suami.

Aku ingin ia melihatkku dengan seyuman dan kebahagiaan diwajahku ini, seandainya hati ini dapat dilihat secara kasat mata, akan terlihat hati yang berdarah penuh luka dan akan terus meneteskan darah sampai kering dan mati. Itulah keadaan hati ini, aku senantisa teringat bagaimana ia memperlakukanku dulu, bagaimana perlakukannya terhadap perempuan itu. Mereka sering keluar bersama setiap waktu sedangkan untukku hanya dianggap membuang waktu dan uang serta tenaga tidak ada yang istimewa untukku tapi aku tetap harus bersyukur. Sampai suatu ketika malam tahun baru, peristiwa yang menyakitkan dating lagi di kehidupanku. Telah beberapa hari sebelumnya ia memang sering melihatku dengan wajah kurang bersahabat seakan aku menyakitinya padahal demi Allah aku sama sekali tidak pernah menyakiti apalagi melakukan sesuatu yang buruk dihadapannya. Ia mengataiku Bodoh, tidak berpendidikan sehingga aku balas menjawab ya aku memang bodoh, lemah, tidak berpendidikan. Seandainya aku orangyang pintar, mungkin sudah kumasukkan ia ke penjara bersama perempuan itu yang sudah melakukan perzinahan dan perkawinan sirri tapi aku tidak melakukannya karena tidak ingin melihat orang yang aku sayangi berada dibailik jeruji, biarlah aku dikatakan orang bodoh, lemah, terlalu menuruti perasaan wapi aku tidak menyakiti orang yang aku sayangi.

Kata-kataku ternyata semakin membuat ia murka, selanjutnya ia memukuliku, menginjak-injak tubuhku dilantai, menarik rambutku, memukul tengkukku, menampar mulutku, menendang kakiku. Semuanya terasa sangat menyakitkan apalagi ia juga mengusirku dari rumah, hari itu aku melihat seorang suami yang beringas dan buas, aku diperlakukan seperti binatang. Aku hanya bias menangis, ingin rasanya aku kembali ke pangkuan orang tuaku walau hidupku susah dalam ekonomi aku tidak ingin ia terus menyakitiku ketika ia marah kepadaku tapi aku masih ingat dengan anakku yang masih kecil, apakah ia sudah siap untuk kehilangan orangtuanya ketika ia masih sangat membutuhkan kami? Aku ikhlas menerima sakit ini demi anakku tersayang, biarlah aku disakiti dan dizalimi yang penting anakku tetap bersama orang tuanya.